Sabtu, 16 Februari 2008

Refleksi Pembangunan Kota Medan Pasca 2000, Tempat Nyaman Kehidupan Beragama

KOTA Medan pasca tahun 2000 ditandai dengan semakin intensifnya pembangunan di sektor agama dan keberagamaan. Kota ini menjadi tempat yang sangat nyaman bagi umat beragama. Berbagai sendi keberagamaan diperhatikan secara serius untuk menumbuhkan rasa saling percaya, saling memahami dan saling toleransi yang tinggi. Faktor yang dominan menciptakan hal ini tidak lain adalah kepemimpinan di kota Medan—merupakan faktor perekat dari berbagai perbedaan yang ada. Perhatian pada satu bagian akan selalu dibarengi pada perhatian pada bagian yang lain. Pembangunan pada satu bagian akan berdampak positif dan menimbulkan sinergi pada bagian yang lain.

Maka jadilah kota Medan semakin relijius dan semakin matang dalam menyikapi perbedaan. Medan sebagai barometer Sumatera Utara telah memberikan contoh teladan yang baik bagi daerah kabupaten/kota yang lain dalam hal menjaga keseimbangan keberagamaan. Satu hal yang perlu digarisbawahi lagi bahwa pembangunan di satu bagian akan berdampak positif pada bagian yang lain, bahkan bersinergi. Contoh yang paling nyata adalah pelaksanaan zikir akbar di setiap malam pergantian tahun. Sebelumnya kegiatan hura-hura yang cenderung merugikan yang membawa hal negatif bisa tereduksi dengan kegiatan zikir ini.

Berbagai kepentingan publik akan semakin terjaga. Hingar bingar malam pergantian tahun berganti kesyahduan yang semakin mendekatkan diri masyarakat kota Medan kepada sang khalik. Tidak hanya zikir akbar di malam tahun baruan saja. Prinsip kebijakan kepemimpinan kota Medan pasca tahun 2000 adalah mengganti berbagai karakter negatif yang selama ini ada, menjadi karakter positif yang memberi manfaat kepada siapa saja yang berdomisili di kota Medan.

Ada semacam semangat kolektif untuk menjadikan agama sebaga fokus perhatian utama, atau dasar pertimbangan utama dalam setiap hal yang dilakukan. Bahkan orang yang tengah melakukan suatu kegiatan yang dilarang agama sekalipun akan 'berbisik-bisik' untuk mempertimbangkan larangan agama yang mereka langgar. Semangat inilah yang menjadi mainstream (arus utama) kehidupan keberagamaan di kota Medan pasca tahun 2000.
Semakin kentara terasa ketika bulan Ramadhan tiba. Ramadhan Fair juga digagas pasca tahun 2000. Ini juga merupakan cerminan dari pola kehidupan yang berfokus pada pertimbangan keagamaan. Ramadhan Fair jadi seperti icon pembangunan keberagamaan di kota Medan.
Kepemimpinan kota Medan pasca tahun 2000 juga menjadikan para ulama sebagai orang-orang yang perlu dihargai. Karena ulama adalah orang yang memiliki kelebihan dan merupakan penjaga akidah umat sebagai pengganti nabi. Maka kesan yang selama ini melekat pada diri ulama sebagai orang yang terbelakang secara ekonomi telah berganti pasca tahun 2000. Ulama juga semakin memiliki peran dalam pemberdayaan umat. Bukan hanya diperlukan ketika terjadi 'ancaman akidah' saja.

Pembangunan keberagamaan ini dilakukan sehingga semakin menimbulkan kesefahaman umat akan hal ini. Baik kegiatan agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha, masing-masing punya proporsi sendiri. Berbagai keberhasilan yang dicapai Medan dalam pembangunan bidang keberagamaan ini menjadi pilot-project atau percontohan bagi daerah-daerah lain. Ramadhan Fair kini juga diadopsi beberapa daerah lain. Zikir akbar khas Medan, yang mensinergikan pemerintah kota dengan berbagai elemen umat Muslim juga jadi percontohan di daerah lain.

Sebagai warga kota Medan sudah sewajarnya berbangga dengan kondisi ini. Kita bahkan merindukan 'belaian' kepemimpinan yang menyayangi rakyatnya. Berbagai kebijakan pemerintah kota yang mendorong kematang keberagamaan umat inilah yang membuat Walikota Medan H. Abdillah, Ak, MBA disayang pemuka agama dan rakyatnya.

Tidak ada komentar:
Write Comments