Rabu, 26 Maret 2008

Pesawat AdamAir Jatuh Ke Laut Dengan Kecepatan 1050 Km/Jam

Tragedi jatuhnya pesawat AdamAir di perairan Majene, Sulawesi Barat, terjadi lebih dari setahun lalu. Namun Komite Nasional Keselamatan Terbang (KNKT) baru kemarin mengungkapkan saat-saat terakhir di dalam kokpit (ruang pilot) untuk mengetahui sebab-sebab terhempasnya pesawat ke laut.

Pesawat Boeing 737-400 dengan nomor penerbangan DHI 574 terbang dari Bandara Juanda Surabaya pada Senin 1 Januari 2007 pukul 05.59 UTC atau 12.55 WIB dengan mengangkut 102 orang. Tujuannya Bandara Sam Ratulangi Manado dengan jadwal mendarat pukul 08.14 UTC atau 16.14 WITA.

Di sekitar Rantepao, Tator, Sulawesi Barat, pesawat tersebut hilang kontak. "Pesawat PK-KKW ini hilang dari pantauan radar pada ketinggian 35 ribu kaki," ujar Ketua KNKT Tatang Kurniadi dalam keterangan pers di Gedung Dephub, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (25/3).

Rekaman flight data recorder (FDR) dan cockpit voice recorder (CVR) baru diketemukan dan diangkat pada 27 dan 28 Agustus 2007. Hasil analisa CVR menunjukkan, pilot mengalami masalah navigasi, sehingga perhatiannya terfokus pada permasalahan inertial reference system (IRS) setidaknya selama 13 menit terakhir penerbangan.
Akibatnya, pilot Kapten Revi Agustian Widodo dan kopilot Yoga hanya memberi perhatian minimal pada flight requirement lainnya, termasuk identifikasi dan usaha melakukan koreksi. Saat terbang di ketinggian 35 ribu kaki, posisi autopilot adalah "on". Untuk mempertahankan sayap pesawat tidak miring, autopilot menahan posisi stir kemudi aileron 5 derajat ke kiri.

Namun pilot melihat posisi IRS di kiri dan kanan tidak sama, alias menyimpang. Lalu kru memutuskan memindahkan IRS kanan dari posisi NAV (navigation) ke posisi ATT (attitude). Hal semacam ini biasa dilakukan saat di darat. Tetapi autopilot malah jadi "off". Pesawat pun perlahan miring ke kanan.

Tet... Tet... Tet... Terdengar alarm peringatan autopilot mati di ruang kokpit. Tapi tak lama bunyi itu menghilang, diduga tidak sengaja dimatikan oleh pilot dan kopilotnya. Perhatian mereka berdua terfokus untuk mengoreksi IRS. "Karena autopilot mati, seharusnya dikemudikan secara manual oleh pilot. Namun mereka tidak sadar kalau autopilot mati. Jadi pesawat terbang tanpa kendali," kata investigator KNKT Mardjono.

"Bila IRS bermasalah, pesawat masih bisa terbang. Apabila alat ini bermasalah, maka sebaiknya tidak usah di otak-atik dan menghubungi tower bandara," imbuh Mardjono. Tiba-tiba terdengar "bank angle" sebanyak 3 kali, yang merupakan peringatan bahwa pesawat telah miring ke kanan melewati 35 derajat.

Ketika bank angle 100 derajat dengan pitch attitude mendekati 60 derajat nose down (bagian hidung menukik), pilot tidak berusaha memiringkan pesawat ke sisi sebaliknya untuk menyeimbangkan.

Tidak terdapat tanda-tanda kedua pilot dapat mengendalikan pesawat secara tepat dan seksama sesudah peringatan bank angle berbunyi. KNKT menyebut, kecelakaan terjadi sebagai kombinasi beberapa faktor termasuk kegagalan kedua pilot dalam intensitas memonitor instrumen penerbangan, khususnya dalam 2 menit terakhir penerbangan.

Burung besi itu pun meluncur ke bawah dengan kecepatan 330 meter per detik atau sekitar 1.050 km per jam. Saat itu, pilot baru berusaha memegang kendali pesawat secara manual. Mereka belum menyadari kemiringan pesawat lantaran kemiringan terjadi sangat perlahan, yakni 1 derajat per detik. Kepanikan pun menyergap kedua pilot itu ketika menyadari pesawat miring. "Jangan dimiringin, jangan dimiringan," teriakan terdengar dari ruang kokpit.

Keduanya sempat membuka quick reference hand book yang tersedia pada bab 11. Sayangnya mereka hanya membaca judul tanpa melakukan prosedur yang tertera dalam buku tersebut. Upaya mengendalikan pesawat terlambat dilakukan. Bahkan salah satu bagian pesawat patah. Burung besi itu pun menghunjam ke perairan Majene dengan kecepatan sangat tinggi. Di dalam air, pesawat itu pecah.

Karena berat jenisnya lebih besar daripada berat jenis air, serpihan pesawat banyak yang tidak mengambang. Saat itulah nyawa 85 orang dewasa, 7 anak-anak, 5 balita, 4 awak kabin serta pilot dan kopilotnya melayang. Jasad mereka terkubur di bawah laut.

Tidak ada komentar:
Write Comments