Minggu, 15 Januari 2012

Raja Abdullah Ampuni TKI Asal Sukabumi


Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz memberi pengampunan terhadap tenaga kerja kerja Indonesia (TKI) dari ancaman hukuman mati.

Berdasarkan siaran pers KBRI Riyadh, Sabtu (14/1/2012), dua TKI bernama Neneng Sunengsih binti Mamih Ujan dan Mesi Binti Darna Idon telah dibebaskan dari hukuman mati pada hari Senin, 12 Januari 2012.

Disebutkan, Mesi dibebaskan setelah mendapat pengampunan dari Raja Abdullah, dan Neneng dibebaskan dengan jaminan dari pengacara.

Mesi binti Dama Idon, asal Kampung Pasir Ceuri, Kecamatan Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat, yang dikirim oleh PT. Jasebu Prima Internusa dan Amal Al Mubasher Agency telah bekerja di Arab Saudi sejak 2008 dengan pengguna jasa Abdullah Dhoifullah Haji Al Rugi.

Pada tanggal 2 Maret 2011, Mesi divonis hukuman mati oleh Pengadilan Umum Saqra (sekitar 250 km dari Riyadh) atas pengakuannya melakukan sihir kepada suami-istri majikannya.

Namun, pada saat persidangan, Mesi mencabut dan menolak pengakuan tersebut karena pada saat pembuatan berita acara dirinya mengaku di bawah tekanan.

Putusan vonis mati dilimpahkan oleh Pengadilan Umum Saqra ke Pengadilan Kasasi.

KBRI Riyadh menindaklanjuti berkas perkara ke pengadilan kasasi dan mendapat penjelasan bahwa berkas perkara terdakwa telah dikembalikan ke pengadilan umum Saqr dan diberi pertimbangan agar Mesi tidak dihukum mati karena pengakuannya di bawah tekanan.

Belakangan, pada tanggal 28 Juli 2011, pengadilan meringankan hukuman mati menjadi hukuman penjara 10 tahun dan 500 kali cambukan.

Satgas KBRI Riyadh kembali melakukan pendekatan ke Pengadilan Kasasi dan mendapat penjelasan bahwa Mesi telah diampuni oleh Raja Abdullah dan telah diinstruksikan untuk membebaskan dan segera memulangkannya ke Indonesia.

Adapun Neneng Sunnengsih (35 tahun), asal Desa Bojong Kalong, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, dikirim oleh PT Jasmindo Olah Bakat dan Al Rawabi Recruitment Office, telah bekerja selama 11 bulan pada pengguna jasa Asraf Roja Al Rajan.

Pada tanggal 12 November 2011, Neneng ditangkap oleh pihak kepolisian Al Jouf (sekitar 1.200 km dari Riyadh) atas tuduhan membunuh bayi perempuan majikan yang berumur tahun bulan dan dituduh Neneng berusaha melarikan diri dari rumah majikannya.

Setelah ditangkap, Neneng menjalani penahanan untuk pemeriksaan oleh pihak kepolisian Al Jouf dan Biro Investigasi dan Penuntutan guna pengumpulan bukti-bukti.

Selama proses tersebut, Neneng ditahan di penjara Al-Jouf, katanya. KBRI Riyadh menunjuk pengacara setempat, Naseer Al Dandani, untuk membela Neneng.

Disebutkan, kepada Dandani, Neneng menjelaskan, bayi perempuan itu sebelum meninggal sempat menderita sakit, dan ia menyarankan kepada majikan agar dirawat di rumah sakit, namun ditolaknya.

Selang beberapa jam kemudian, Neneng melihat kondisi bayi kian memburuk, dan pada saat kritis tersebut ia berusaha berulang-ulang kali menelpon istri majikan untuk melaporkan keadaan sang bayi yang kian kritis. Namun, majikan tidak menjawab telepon Neneng, dan akhirnya bayi itu pun meninggal.

Dalam keadaan rasa takut dan panik, Neneng meninggalkan rumah majikan dan tidak segera melapor kejadian itu kepada pihak kepolisian hingga akhirnya dia ditangkap atas tuduhan membunuh bayi itu.

Penjelasan Neneng tersebut kemudian menjadi dasar pembelaan oleh pengacara Al Dandani.

Pengacara menegaskan kepada pihak pengadilan bahwa kesalahan tidak seharusnya ditimpakan kepada Neneng yang tidak memiliki keahlian untuk merawat bayi dalam keadaan sakit parah.

Kematian bayi majikan tidak ada unsur kesengajaan dan tidak terdapat bukti kuat bahwa Nenenglah yang menyebabkan kematian anak majikannya.

Sementara itu, pihak majikan sendiri tidak mengizinkan jasad bayinya diautopsi.

Ketua Tim Satgas Penanganan WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Maftuh Basyuni, saat kunjungannya ke Riyadh pada tanggal 24 Desember 2011, melalui pengacara telah mendesak pihak terkait di penjara AlJouf untuk membebaskan Neneng dari penjara

Tidak ada komentar:
Write Comments