Minggu, 17 Februari 2008

“Ayat-ayat cinta” Novel Islami karya Habiburrahman El-Shirazy

Ayat-ayat cinta adalah sebuah novel 411 halaman sebuah novel fenomenal yang sudah dilayarkacakan pada tahun 2004 dan filmnya akan diputar diseluruh Indonesia pada tanggal 19 Desember tahun ini. Ditulis oleh seorang novelis muda Indonesia kelahiran 30 September 1976 yang bernama Habiburrahman El-Shirazy. PERAIH PENGHARGAAN THE MOST FAVORITE BOOK 2OO5 " Berbeda selisih 4 suara dengan Harry Potter, akhirnya Ayat-Ayat Cinta terpilih menjadi The Most Favorite Book...". Ia adalah seorang sarjana lulusan Al Azhar University Cairo-Mesir. Founder dan Pengasuh Utama Pesantren Karya dan Wirausaha BASMALAH INDONESIA, yang berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah. dikenal secara nasional sebagai dai, novelis dan penyair Beberapa penghargaan bergengsi berhasil diraihnya, antara lain, Pena Award 2005, The Most Favorite Book and Writer 2005 dan IBF Award 2006. dan sekarang sudah kembali untuk tanah air Indonseia tercinta.

Sepintas lalu, novel ini seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba menebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat para kawula muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa.

Sinopsis “ayat-ayat cinta”

Novel ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar belakang budaya; yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang studi Universitas Al-Azhar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal Jerman yang kebetulan juga sedang melaksanakan studi di Mesir. Kisah percintaan ini berawal ketika mereka secara tak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan sengit dalam sebuah metro (sejenis trem).

Pada waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman Abdul Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir. kepadanya Fahri belajar tentang qiraah Sab'ah (membaca Al-Qur'an dengan riwayat tujuh imam) dan ushul tafsir (ilmu tafsir paling pokok). Hal ini sudah biasa dilakukannya setiap dua kali seminggu, setiap hari Ahad/Minggu dan Rabu. Dia sama sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai debu sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua orang bisa belajar pada Syaikh Utsman yang sangat selektif dalam memilih murid dan dia termasuk salah seorang yang beruntung.

Di dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan dengan seorang pemuda mesir bernama Ashraf yang juga seorang Muslim. Mereka bercerita tentang banyak hal, termasuk tentang kebencian Ashraf kepada Amerika. Tak berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu di antara dua perempuan itu adalah seorang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah.

Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya apabila ada wanita yang tidak mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak. Mungkin karena kebencian mereka yang teramat sangat kepada Amerika. Sampai pada suatu saat, ketika si nenek hendak duduk menggelosor di lantai, ada seorang perempuan bercadar putih bersih yang sebelumnya dipersilahkan Fahri untuk duduk di bangku kosong yang sebenarnya bisa didudukinya, memberikan kursinya untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya. Disinilah awal perdebatan itu terjadi.
Orang-orang Mesir yang kebetulan mengerti bahasa Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan berbagai umpatan dan makian kepada sang gadis dan ia pun hanya bisa menangis. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakan perdebatan itu dengan menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasannya dengan shalawat Nabi, orang Mesir akan luluh kemarahannya dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba menjelaskan pada mereka bahwa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar dan umpatan-umpatan itu tidak layak untuk dilontarkan. Namun apa yang terjadi, orang-orang Mesir itu kembali marah dan meminta Fahri untuk tidak ikut campur dan jangan sok alim karena juz Amma saja belum tentu ia hafal.

Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah mahasiswa Al-Azhar dan hafal Al-Qur'an dan juga murid dari Syaikh Utsman yang terkenal itu. Lantas orang-orang Mesir itu meminta maaf pada fahri. Fahri kemudian menjelaskan bahwasanya mereka tidak seharusnya bertindak seperti itu karena ajaran Baginda Nabi tidak seperti itu. Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap kepada tamu apalagi orang asing sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Mereka pun mengucapkan terima kasih pada fahri karena sudah megingatkan mereka.

Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan penjelasan tentang apa yang terjadi dari si perempuan bercadar dengan bahasa Inggris yang fasih. Kemudian Alicia berterima kasih dan menyerahkan kartu namanya pada Fahri. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya mereka pun berkenalan. Dan ternyata si gadis itu bukanlah orang Mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir. Ia bernama Aisha.

Maria, Gadis Koptik yang Aneh

Di Mesir, Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi dan Misbah. Fahri sudah tujuh tahun hidup di Mesir. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, di mana lantai dasar menjadi tempat tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh sebuah keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua orang anak mereka-Maria dan Yousef.

Walau keyakinan dan aqidah mereka berbeda, namun antara keluarga Fahri (Fahri dkk) dan keluarga Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Di Mesir, bukanlah suatu keanehan apabila keluarga Kristen koptik dan keluarga Muslim dapat hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat. Keluarga ini sangat akrab dengan Fahri terutama Maria. Maria adalah seorang gadis Mesir yang manis dan baik budi pekertinya. Kendati demikian, Fahri menyebutnya sebagai gadis koptik yang aneh, karena walaupun Maria itu seorang non-muslim ia mampu menghafal dua surat yang ada dalam Al-Qur’an dengan baik yang belum tentu seorang Muslim mampu melakukannya. Ia hafal surat Al-Maidah dan surat Maryam.

Fahri juga baru mengetahuinya ketika mereka secara tak sengaja bertemu di metro. Seluruh anggota keluarga Boutros sangat baik kepada Fahri dkk. Bahkan ketika Fahri jatuh sakit pun keluarga ini jugalah yang membantu membawa ke rumah sakit dan merawatnya selain keempat orang teman Fahri. Apalagi Maria, dia sangat memperhatikan kesehatan Fahri. Keluarga ini juga tidak segan-segan mengajak Fahri dkk untuk makan di restoran berbintang di tepi sungai Nil, kebanggaan kota Mesir, sebagai balasan atas kado yang mereka berikan. Pada waktu itu Madame Nahed berulang-tahun dan malam sebelumnya Fahri dkk memberikan kado untuknya hanya karena ingin menyenangkan hati beliau karena bagi Fahri menyenangkan hati orang lain adalah wajib hukumnya.

Setelah makan malam, tuan dan nyonya Boutros ingin berdansa sejenak. Madame Nahed meminta Fahri untuk mengajak Maria berdansa karena Maria tidak pernah mau di ajak berdansa. Setelah tuan dan nyonya Boutros melangkah ke lantai dansa dan terhanyut dengan alunan musik yang syahdu, Maria pun memberanikan diri mengajak Fahri untuk berdansa, namun Fahri menolaknya dengan alasan Maria bukan mahramnya kemudian menjelaskannya dengan lebih detail. Begitulah Fahri, ia selalu berusaha untuk menjunjung tinggi ajaran agama yang dianutnya dan selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Si Muka Dingin Bahadur dan Noura yang Malang


Selain bertetangga dengan keluarga Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perangainya berbanding 180 derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur yang terkenal dengan julukan si Muka Dingin karena ia selalu berperangai kasar kepada siapa saja bahkan dengan istrinya madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur dan istrinya mempunyai tiga orang putri, Mona, Suzanna dan Noura.

Mona dan Suzanna berkulit hitam namun tidak halnya dengan Noura, dia berkulit putih dan berambut pirang. Hal inilah yang membuat Noura dimusuhi keluarganya yang pada akhirnya membuat dirinya tercebur kedalam penderitaan yang amat sangat. Bahadur mempunyai watak yang keras dan bicaranya sangat kasar, Nouralah yang selalu menjadi sasaran kemarahannya. Dan kedua orang saudaranya yang juga tidak menyukai Noura mengambil kesempatan ini untuk ikut-ikutan memaki dirinya.

Sampai tibalah pada suatu malam yang tragis di mana Bahadur menyeret Noura ke jalanan dan punggungnya penuh dengan luka cambukan. Hal ini sudah sering terjadi, namun malam itu yang terparah. Tak ada satu orang pun yang berani menolong. Selain hari sudah larut, Bahadur juga dikenal amat kejam. Akhirnya, karena sudah tak tahan lagi melihat penderitaan Noura, Fahri pun meminta bantuan Maria melalui sms untuk menolong Noura. Awalnya Maria menolak karena tidak mau keluarganya terlibat dengan keluarga Bahadur. Namun setelah Fahri memohon agar Maria mau menolongnya demi kecintaan Maria terhadap Al-Masih, Maria akhirnya luluh juga. Jadilah malam itu Noura menginap di rumah keluarga Boutros. Malam ini jualah yang akhirnya mengantarkan Fahri ke dalam penderitaan yang amat sangat dan juga membuatnya hampir kehilangan kesempatan untuk hidup di dunia fana ini.

Ayat-ayat cinta, picisan?

Jika bedah lebih jauh novel ini sebagai masukan bagi penulis, aoa sebegitu perfect-kah tokoh utama yang bernama fahri ini? Sehingga, ada empat perempuan yang mabuk asmara terhadap tokoh tersebut. Pada saat pertame membaca novel tersebut, ada empat tokoh wanita muda yang muncul, wanita manakah yang kemudian jatuh hati kepada tokoh utama. Ternyata semuanya. Apakah tidak berlebihan, begitu mudahkah wanita jatuh cinta? Seperti di Film seri ”The Return of Condor Heroes” di TV7. semua wanita jatuh hati pada tokoh utama, pendekar Yoko. Terlalu menggelikan apabila di telaah lebih jauh.

Bahasa-bahasa yang ditampilkan dalam novel tersebut kalau dilihat agak terlalu vulgar baik bahasa cinta, puisi, diari. Misalnya: “Saya mencium bibirnya” atau “tentara itu memainkan kemaluan saya” terkesan vulgar untuk sebuah novel islami. Dalam novel ini juga diceritakan bagaimana tokoh fahri saat ta’aruf dengan calon istrinya. Ia langsung jatuh cinta melihat jasad wanita tersebut, yang pahatannya sempurna, putih tinggi. Apa tidak terkesan seorang ikhwan terlalu melihat bentuk jasad wanita menjadi patokan baginya, kenapa tidak ditulis ia jatuh hati karena hafal Al-Qur’an, akhlaknya baik dan pengetahuan agamanya cukup mumpuni. Atau saat si fahri bimbang dengan dua pilihan bukannya memohon kepada Allah malah ia menjatuhkan pilihan gara-gara melihat wajah calon istrinya tersebut.

Kita dapat menyimpulkan bahwa seorang laki-laki hanya melihat bentuk fisik saja. Bahkan sang tokoh utama yang agama bagus berpikir demikian kurang fokus alur ceritanya bukan? Dalam novel ini juga selalu (diulang-ulang) pula tinggi istri tidak jauh berbeda dengan tokoh fahri. Untuk apa?

Di novel ini dijelaskan sampai tiga wanita yang meminta fahri untuk dinikahkan. Digambarkan pula fahri yang menyesalkan salah satu tokoh wanita tidak mempercepat untuk meminta dirinya. Yang saya tanyakan kenapa tidak fahri saja yang minta duluan? Padahal jelas-jelas digambarkan bahwa fahri juga mempunyai kecenderungan terhadap wanita itu. Hal tersebut terkesan mengada-ada. Tiba-tiba mendapat istri kaya. Yang kekayaannya disamakan dengan Donald trump, apakah ending cerita harus selalu begitu? Jadi, apa yang membedakan novel ini dengan novel-novel picisan lainnya?

Terkadang harus kita fahami, novel, cerpen, roman dan lain sebagainya terlalu banyak menjual mimpi-mimpi laksananya sinetron, kita hidup dalam duniawi realita dan harus Struggle dan saat menjalani proses itulah. Banyak ibrah yang bisa diambil yaitu dari keseharian manusia maupun ayat-ayat tuhan yang tidak tertulis yang beertebaran di bumi dan angkasa raya. Bisa dipastikan, novel atau cerpen selalu ending-nya dapat suami tampan seperti Tora Sudiro, Tom Cruise atau Leonardo Dicaprio. Dapat istri seperti Dian Sartro Wardoyo, Luna Maya, Dewi Persik atau Madona. Kemudian apa selalu begitu End of Story? Tapi semua berpulang kepada khalayak mungkin banyak para pembaca berpikir dari segi positifnya saja atau sebaliknya, tanpa memikirkan/melihat lebih jauh dari sisi negatif karena tidak berani mengkoreksi/mengomentari apa yang dibacanya apa bahan bacaan seperti novel, cerpen, roman dan lain sebagainya itu hanya sebagai penggembira saja.

Kesimpulan

Pertama,

Novel ayat-ayat cinta ini, sebuah novel yang cukup baik. sekiranya para remaja kita dapat membaca dan menghayati dan mengambil iktibar dari kisah tersebut, terutama perkara yang menyangkut paut tentang cinta. Ini kerana pada hari ini, antara punca kerusakan yang berlaku di kalangan remaja kita adalah yang berkaitan dengan cinta. Semoga dengan pembacaan terhadap novel ini, kita akan menjadi lebih mengerti tentang apakah dia cinta yang sebenar, cinta yang hakiki......

Kedua,
Novel Ayat-Ayat Cinta dalam etika dan estetikanya, dapat mamperkaya khasanah pengetahuan dan membuat angan kita melayang-layang ke negeri seribu menara dan merasakan ‘pelangi’ akhlak yang menghiasi pesona-pesonanya. Sungguh sebuah cerita yang layak dibaca dan disosialisikan pada para pemburu bacaan popular yang sudah tidak mengindahkan akhlak sebagai menu utamanya, agar dunia bacaan kita terhiasi karya-karya yang ‘membangun’. Kadangkala ia mengundang airmata tetapi akhirnya tetap ilmu yang berguna. Kadangkala ia membuatkan hati kita tergoda, tetapi nafasnya tetaplah ajakan untuk agama yang mulia. Ayat-Ayat Cinta adalah novel yang sangat bagus dan lengkap kandungannya. Ini bukan hanya novel sastra dan novel cinta, tapi juga novel politik, novel budaya, novel religi, novel fiqh, novel etika, novel bahasa dan novel dakwah. Sangat bagus untuk dibaca oleh siapa saja.”

Ketiga.
Jika Naguib Mahfuz menulis Mesir dari pandangan orang Mesir, maka Mesir kali ini ditulis dalam pandangan orang Indonesia. Novel ini ditulis oleh orang Indonesia yang paham betui seluk-beluk negeri itu, hingga ke detail-detail yang paling kecil. la hidup, berbaur dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari; lalu menyerap spirit dan pengetahuan darinya, dan dituangkan dengan sepenuh hati dalam bentuk novel kaya. Ditulis dengan bahasa yang lancar, dengan tokoh-tokoh yang 'hidup' dan berkelebatan

Keempat
Salut buat sang Novelis yaitu Habiburrahman El-Shirazy dan patut angkat topi. Di antaranya yaitu penggambaran latar belakang novel ini yang menggambarkan kota Mesir. Meski hanya membaca, kita dapat mengenal geografi Kota Mesir, Penulis novel ini berhasil menggambarkan latar (setting) sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup tanpa harus memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir, karakterisasi tokoh-tokohnya yang begitu kuat dan gambaran latarnya yang begitu hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa benar-benar terjadi. Ini contoh novel karya penulis muda yang sangat bagus! bahkan dari gaya bahasa, budaya dan gaya hidup penduduk pribuminya. Padahal penulisnya asli orang Indonesia dan beberapa tausiah dan dakwah dikemas cukup apik dalam bentuk cerita tanpa maksud menggurui sedikitpun.

Kelima,

Untuk semua Muslimin dan Muslimat sejati yang ingin menjiwai agama sama ada yang sedang mencari cinta, tengah hangat atau ingin cinta yang hilang kembali bertaut (pastinya cinta murni karena Allah dan berlandaskan syari’at) naskah novel Ayat-Ayat Cinta ini dan hayatilah ia. Terus terang, kisah dilema cinta Fahri vs Aisya, Nurul, Maria dan Noura yang berlatarbelakangkan suasana Mesir-Indonesia akan membuatkan pembaca terbangun, tertegun dan tertuntun ke arah menginginkan bahagia dan meningkatkan azam untuk menjadikan cinta anda benar-benar selaras dengan ajaran Islam yang syumul. Ayat-Ayat Cinta mengajar kita bagaimana kita boleh mencintai Allah dan Rasulullah SAW sepenuh hati serta sekaligus membantu kita mencari pengisian bagaimana kita bisa menjadi Muslim dan Muslimah yang sebenar di dalam agama yang indah ini. Bacalah... Dan saksikan filmnya sebagaimana diri, anda pasti akan jatuh cinta!!!

Oleh : Mhd Darwinsyah Purba, S.Sos

Tidak ada komentar:
Write Comments