Rabu, 01 Desember 2010

Memperjuangkan Keadilan Melalui Internet



Rilis ratusan ribu dokumen rahasia di situs WikiLeaks membuat Amerika Serikat kebakaran jenggot. Pria di balik ini semua adalah Julian Assange. Siapa dia?

Jurnalis kelahiran Australia ini terlihat bak buronan yang paranoid. Ketika menemui wartawan New York Times yang hendak mewawancarainya di distrik kumuh Paddington, London, Inggris, ia mengatakan sebaiknya berbicara pelan-pelan. Assange, dibaca asanj, khawatir ada intel yang memata-matainya.

Mengganti ponsel pun kerap ia lakukan seperti laiknya bersalin pakaian. Juga menginap di hotel dengan nama palsu, mewarnai rambut, berbelanja dengan uang tunai. “Berada di jalur ini dan tidak berkrompomi, telah membawa saya dalam ketegangan yang luar biasa,” katanya dalam wawancara kepada media itu.

Ia bahkan membawa serta sekelompok orang dan seorang juru kamera yang siap merekam, jika terjadi sesuatu padanya. Bagi Anda, sikap pria berusia 39 tahun ini agak berlebihan. Tidak salah, jika Anda mengetahui apa yang ia lakukan.

Hal ini bermula dari impiannya bahwa suatu hari, internet akan menjadi menjadi media untuk perjuangan melawan ketidakadilan. Maka pada akhir 1980-an, Assange, bergabung dengan kelompok peretas (hacker), International Subversives dan menggunakan nama pena Mendax.

Kegiatannya ini berujung pada penggerebekan Kepolisian Australia pada 1991 ke rumahnya. Assange dituding membobol komputer sebuah universitas di negaranya, perusahaan telekomunikasi Kanada, Nortel, serta beberapa organisasi lainnya. Semua ia lakukan hanya dengan berbekal modem.

Pada 1993, pria yang terkenal dengan ciri khas rambut berwarna platinumnya ini memulai karir sebagai programmer dan pengembang piranti lunak gratis. Berbagai produk open source lahir dari tangan dinginnya itu. Hingga Assange bisa merilis buku mengenai dunia hacking pada 1997.

Pada tahun itulah ia membantu penemuan sistem Rubberhouse deniable encryption, sebuah konsep kriptografik untuk Linux. Sistem ini dimaksudkan untuk aktivis hak asasi manusia yang ingin melindungi data sensitif. Assange kemudian membeli domain leaks.com, meski belum terpikir mau melakukan apa.

Baru pada 2006, ia mendirikan WikiLeaks. Assange menjadi salah satu dari sembilan anggota dewan penasihat sekaligus bertindak sebagai jubirnya. Meski tidak mau disebut sebagai pendiri, Assange menyatakan dirinya adalah pemimpin redaksi (editor-in-chief) situs tersebut.

Media ini bersifat investigatif, terutama pada isu-isu sensitif dunia. Seperti kawan-kawan pendiri lainnya, ia adalah relawan yang tak dibayar yang memiliki tujuan untuk merilis dokumen-dokumen rahasia. Menurutnya, dunia layak mengetahui dokumen tersebut.

Apa yang Assange lakukan, adalah melakukan pendekatan secara jurnalistik untuk transparansi dan ilmiah. Siapapun bisa ‘menyetorkan’ materi rahasia ke situs yang ia dirikan dan akan dimuat. Ternyata, sebagian besar kegiatannya adalah membuka rahasia negara.

Pencapaian terbesar WikiLeaks adalah merilis ratusan ribu dokumen terkait Amerika. Selain catatan perang Irak-Afghanistan, materi terbaru yang diungkapkan adalah rahasia di balik diplomasi internasional AS. Tak heran negara adidaya ini benar-benar kesal dengan Assange.

Tidak ada komentar:
Write Comments