Rabu, 08 Februari 2012

Twitter, Moral & Etika Berkicau



PESELANCAR jejaring sosial tengah gundah gulana. Aktivitas para pengguna Twitter bisa diawasi atau disensor. Soal ini mencuat ke permukaan setelah pengelola Twitter mengajukan penawaran untuk melakukan sensor tweet (kicauan). Beberapa negara seperti Thailand pun menyambut tawaran ini dengan antusias.

Simpel alasan Twitter memberlakukan sistem sensor. CEO Twitter, Dick Costolo menjelaskan langkah tersebut terkait peraturan di negara-negara yang menjadi wilayah operasionalnya. Menurutnya, Twitter harus tetap berpegang teguh pada hukum di setiap negara.

Bukan hanya pengguna Twitter di Thailand dan Amerika Serikat (AS) yang kebakaran jenggot. Individu yang gemar berkicau di Indonesia pun serupa. Sebagian pengguna Twitter di Indonesia menentang keras diberlakukannya sensor kicauan atau konten lokal.

Sebenarnya tidak perlu risau dengan segala bentuk aturan yang diberlakukan untuk Twitter. Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan kebijakan sensor tersebut. Namun wajar bila protes dan kegelisahan datang dari individu yang kerap melanggar etika dan moral saat berkicau di Twitter.

Secara harfiah, keberadaan jaringan sosial bertujuan untuk memudahkan interaksi antar individu atau lembaga. Tentunya sebagai tempat berbagi informasi yang berguna bagi orang lain. Sehingga bisa tercipta komunikasi dua arah yang positif dan menguntungkan di dunia maya. Hanya saja kebebasan berkicau yang dimiliki pengguna Twitter mulai bergeser.

Kebebasan tersebut tidak diimbangi dengan etika dan moral. Banyak tweet atau kicauan justru menyerang satu individu atau kelompok. Kemudian tidak sedikit kicauan tersebut merupakan bentuk pencemaran nama baik. Padahal Twitter diluncurkan bukan sebagai wadah saling serang atau adu domba.

Para aktor Twitter tentunya harus tahu bahwa tidak ada kebebesan mutlak. Mereka memang memiliki kebebasan sejati selama tidak mengusik kebebasan dan hak orang lain. Bila kebebasan itu mengusik hak bebas orang lain, maka bukanlah kebebasan.

Artinya sangat jelas, kicauan dalam jejaring sosial harus diringi dengan etika dan moral. Tetap ada batasan-batasan yang harus dipatuhi dalam berkicau. Tidak seorang pun atau individu berhak menggunakan kebebasannya secara serampangan. Yang harus diingat dalam kebebasan yang dimilikinya, terhadap kebebasan orang lain.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah membuat aturan dalam membuat kicauan. Meski pemerintah belum berpikir memberlakukan sensor, Indonesia memiliki UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-Undang ini bisa menjerat setiap pengguna Twitter saat menggunakan kebebasannya secara serampangan.

Masihkan Anda ingin serampangan saat berkicau? Anda harus berpikir dua kali dalam membuat kicauan. Setiap kicauan yang ada unggah, harus dipadukan dengan tanggungjawab berupa etika dan moral. Sudah saatnya semua pengguna jejaring sosial bersikap propesional.

Tidak ada komentar:
Write Comments